Senin, 03 Desember 2012

http://bidansmart.wordpress.com/

Program Making Pregnancy Safer (MPS)



Gender  Analysis  Pathway (GAP)  
dalam  Program  Making  Pregnancy  Safer (MPS)   
sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)


A.    KEBIJAKAN PROGRAM
Program ‘Making Pregnancy Safer (MPS)‘

TUJUAN :
1.      Menurunkan Angka Kematian Ibu
2.      Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.
3.      Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal, keluarga berencana, aborsi legal baik public  maupun swasta.

B.     DATA PEMBUKA  WAWASAN
Angka Kematian Ibu sebagai salah satu indikator pembangunan kesehatan dasar masih menjadi pembahasan nasional.  Di Negara-negara ASEAN, Indonesia menempati kedudukan tertinggi dalam masalah Angka Kematian Ibu. Dari 5 juta kehamilan  pertahun sekitar 20.000 kehamilan berakhir dengan kematian ibu karena komplikasi kehamilan dan persalinan.

WHO memperkirakan kesehatan reproduksi yang buruk berjumlah 33% dari jumlah total beban penyakit pada wanita dibanding dengan pria pada usia yang sama yang hanya 12,3%. Setiap tahunnya sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan sekitar 15.000 mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian.

Kematian ibu di Indonesia mengalami penurunan. Meski demikian, penurunan yang terjadi belum signifikan dan masih jauh dari harapan. Menurut data dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kejadian AKI setiap tahunnya  mengalami penurunan. Pada tahun 1996 AKI sebanyak 450/100.000 kelahiran hidup, menurun 25 % pada tahun 1997 menjadi 373/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2003 terjadi penurunan lagi yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 AKI menjadi 228/100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2008 sekitar 4.692 ibu, meninggal pada masa kehamilan, persalinan dan nifas.

Penyebab langsung AKI adalah perdarahan 45%, infeksi 15%, dan eklamsi 13%. Penyebab lain komplikasi aborsi 11%, partus lama 9%, anemia 15%, Kurang Energi Kronis (KEK) 30% . Komplikasi kehamilan dan persalinan sebagai penyebab kematian ibu dialami sekitar 15-20% dari seluruh kehamilan. Sekitar 65% ibu hamil mengalami keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda menikah, terlalu tua untuk hamil, terlalu sering melahirkan dan terlalu banyak hamil).

Faktor pendukung lain yang menyebabkan kematian ibu adalah kuantitas dan kualitas tenaga penolong (kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan). Pada tahun 2008 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia 80,68%.  Masih ada pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun dengan menggunakan cara-cara tradisional. Indikator yang menunjukkan masalah yang harus dihadapi adalah meskipun kunjungan antenatal pertama (K1) mencapai 90% dari ibu hamil, hanya 60% kelahiran yang dilakukan oleh tenaga terampil.

Penyebab mendasar kematian ibu disebabkan karena factor non medis yaitu bias  gender yang terjadi di keluarga dan masyarakat diantaranya :
·         Bias gender dalam keluarga dan masyarakat yang tidak memberikan perhatian pada kesehatan ibu hamil dan bersalin menyebabkan 3 Terlambat yaitu Terlambat mengambil keputusan, Terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan dan Terlambat mendapat pertolongan tindakan segera.
·         Kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam mencari informasi tentang kesehatan ibu, keterbatasan perempuan mengambil keputusan untuk kepentingan kesehatan dirinya, dikarenakan pendidikan yang rendah, perilaku diskriminatif di keluarga dan masyarakat.
·         Faktor sosial ekonomi,  perempuan dipaksa nikah dini karena tekanan ekonomi di keluarga, ketika hamil dan bersalin kemampuan keluarga membayar biaya persalinan rendah, masih dipercayanya dukun dalam menolong persalinan karena faktor biaya yang murah.
·         Kematian ibu akibat proses persalinan barangkali dianggap ”normal” di masyarakat padahal kondisi tersebut ”kritis” dengan tingkat anomali kian menumpuk dalam dimensi sangat kompleks.
·         Suami menganggap melahirkan sudah merupakan kewajiban dan tanggungjawab seorang istri.

Dalam upaya mempercepat penurunan AKI, sekaligus untuk mencapai target AKI menjadi 125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs)  menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, salah satu upaya yang dilakukan adalah Making Pregnancy Safer (MPS) yang diprakarsai oleh WHO dan merupakan strategi sector kesehatan yang bertujuan menurunkan AKI.
Berdasarkan jumlah kematian ibu pertahun yang terus mengalami penurunan, menunjukkan bahwa masalah ini bisa di atasi. Di Indonesia yang sekitar 20.000 ibu meninggal dibanding Malaysia yang hanya 2000 ibu meninggal karena komplikasi saat kehamilan dan persalinan, berarti Indonesia harus memikirkan 18.000 ibu yang harus diselamatkan. Untuk bisa setara dengan Malaysia dan bahkan lebih baik lagi, Indonesia harus memberdayakan berbagai potensi yang ada, seperti puskesmas, bidan desa, keluarga, rujukan kerumahsakit dengan satu kesamaan pandangan dalam penanganan ibu melahirkan yang saat ini sistemnya masih perlu di revisi secara berkala dan bertahap, serta disesuaikan dengan keadaan geografis dan pola hidup penduduk Indonesia.

C.    ISUE GENDER
1.      Faktor Kesenjangan
a.       Akses
·      Masih banyak ibu hamil dengan komplikasi kehamilan dan persalinan belum mendapatkan jangkauan pelayanan kesehatan yang memadai ( ibu tidak memiliki akses untuk pergi ke dokter/bidan yang ada di daerahnya)
·      Masih banyak ibu hamil, keluarga dan masyarakat yang belum mendapatkan informasi tentang kebijakan pemerintah dalam upaya menurunkan AKI.
·      Tenaga kesehatan terampil belum menjangkau semua daerah, sehingga peran dukun dalam pertolongan persalinan masih tinggi

b.      Manfaat
·      Perempuan kurang mendapat manfaat dari  fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan
·      Laki-laki kurang mendapat informasi dari program-program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu.
·      Masyarakat kurang mendapat manfaat dari informasi program penurunan Angka Kematian Ibu.

c.       Partisipasi
·      Perempuan kurang peduli terhadap kesehatan mereka dalam kehidupan dikarenakan kebiasaan di masyarakat dalam hal ketidakseimbangan gender  terhadap perempuan, misal makanan sehari-hari dalam keluarga lebih utama laki-laki, istri mendapatkan gizi yang kurang dibanding suami.
·      Perempuan kurang mampu meneruskan informasi kepada suami dan keluarga tentang  kebutuhan kesehatan dirinya dikarenakan pendidikan yang rendah, pendapat perempuan  dianggap tidak penting , dll
·      Laki-laki kurang berwawasan tentang kesehatan reproduksi perempuan, tidak ikut berperan aktif terhadap peningkatan kesehatan perempuan

d.      Kontrol
·      Pengambilan keputusan terhadap kesehatan perempuan belum mempertimbangkan issue gender.
·      Perempuan lemah dalam mengambil keputusan terhadap kesehatan dirinya.
·      Hak perempuan untuk mengendalikan kesehatan relatif rendah

2.      Sebab Kesenjangan Internal
·      Sebagian pengelola dan penanggungjawab program MPS di pusat dan daerah belum memahami gender dan strategi MPS yang responsif gender.
·      Rendahnya komitmen pemegang kebijakan dan kurangnya kesadaran publik tentang kesehatan reproduksi
·      Kegiatan-kegiatan dalam upaya penurunan angka kematian ibu selama ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat  (khususnya perempuan)  dalam  mengakses dan memanfaatkan program/kegiatan.

3.      Sebab kesenjangan Eksternal
·      Banyak yang belum memahami pentingnya peran suami/laki-laki dalam permasalahan kehamilan, persalinan dan komplikasi.
·      Laki-laki menganggap kehamilan dan persalinan adalah urusan perempuan
·      Kegiatan program relatif menjadi kegiatan perempuan, bukan gerakan masyarakat yang melibatkan ibu, bapak dan masyarakat luas.
·      Rendahnya rasa memiliki, masyarakat menganggap kegiatan program dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu adalah urusan pemerintah. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak terlibat langsung dalam keseluruhan proses.

D.    KEBIJAKAN DAN RENCANA KE DEPAN
1.      Reformulasi Kegiatan Program
Menurunkan Angka Kematian Ibu melalui pelayanan yang berkualitas dengan cara :
·      Melibatkan peran serta suami/laki-laki dan masyarakat dalam upaya memelihara kesehatan ibu usia subur, hamil, bersalin dan nifas
·      Harus ada kesamaan pandangan pada pemerintah dan masyarakat bahwa menurunkan AKI adalah meningkatkan kapasitas perempuan. Tidak sekadar mengukur jumlah perempuan datang ke posyandu atau memeriksakan kehamilan, tetapi mengubah perilaku bangsa dengan memahami hak kesehatan reproduksi secara tepat dan benar.
·      Tiga Pesan Kunci Program Making Pregnancy Safer (MPS)
1.      Meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih.
2.      Setiap komplikasi obstetri mendapat pelayanan yang adekuat
3.      Setiap wanita usia subur harus mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak di inginkan dan penanganan komplikasi keguguran
·      Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan mengembangkan system yang menjalin pelaksanaan standar yang telah disusun.
·      MPS merupakan lanjutan dari program 4 pilar safe motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional

2.      Rencana Aksi
a.      Advokasi sosialisasi strategi MPS
Advokasi sosialisasi strategi MPS yang renponsif terhadap gender di pusat dan daerah. Kampanye program dengan slogan “Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga”, melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan anak.
b.       Penyuluhan tentang pentingnya peran suami/laki-laki dalam menunjang kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas di berbagai tingkatan ( keluarga dan masyarakat)
c.       Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat,
Antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA. Kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi, partisipasi dalam jaga mutu pelayanan.
d.      Kelas kelompok Ibu hamil dan persiapan bersalin di posyandu/polindes
Meningkatkan peran posyandu dan polindes dengan membuka kelas kelompok khusus ibu-ibu hamil dan ibu persiapan melahirkan. Disetiap kelompok, ibu dan keluarga bisa berkonsultasi tentang kehamilannya dan menerima tindakan pengobatan pencegahan komplikasi.
e.       Pendataan ibu hamil dan menempelkan striker P4K ( program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi ).  
Program P4K mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
f.       Mengoptimalkan Program Gerakan Sayang Ibu (GSI)
Dengan bentuk kegiatan yang sudah terealisasi di beberapa daerah yaitu Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), pemetaan ibu hamil dan donor darah serta menyediakan ambulan desa. Untuk mendukung GSI juga dikembangkan program Suami Siaga (Suami Siap Antar Jaga), dimana suami sudah menyiapkan biaya pemeriksaan dan persalinan, siap mengantar istri ke pemeriksaan dan tempat melahirkan serta siap menjaga dan menunggu saat istri melahirkan.
g.      Kerjasama bidan dengan dukun di masyarakat untuk mengupayakan agar semua persalinan bisa ditolong oleh tenaga kesehatan. Pelatihan kepada dukun tentang sterilisasi,  mengupayakan agar peran dukun hanya sebagai pendamping bidan, bukan penolong persalinan.
h.      Alokasi Dana Penyediaan Gizi Bumil
Peran masyarakat untuk mendorong pemerintah mengalokasikan dana anggaran RAPBN/RAPBD bagi penyediaan gizi untuk ibu hamil yang berasal dari keluarga kurang mampu.
i.        Pemerataan pendistribusian tenaga bidan/dokter obgin
Khusus ke daerah-daerah pedalaman dengan akses yang sulit, berupa penyediaan tenaga dokter obgin di RS rujukan kabupaten, penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas.



j.        Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar
Antara lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah sakit rujukan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
k.      Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran,
Antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran, meningkatkan partisipasi aktif pria.
l.        Pemantapan kerjasama lintas program dan sector
Antara lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perina, PMI, LSM dan swasta.

E.     PENGUKURAN HASIL
1.      Data dasar ( base-line)
Pemerintah provinsi DKI  Jakarta terus berupaya mengoptimalkan penekanan rasio kematian ibu. Tahun 2008, rasio kematian ibu di DKI yaitu 41/100.000 kelahiran hidup, sementara untuk tingkat nasional tahun 2007-2008 rasio kematian ibu 228/100.000 kelahiran hidup. Angka 41 merata di 44 kecamatan yang ada di Jakarta. Ibaratnya setiap kecamatan menyumbang satu-satu
Tahun 2010 pemerintah provinsi DKI menargetkan rasio kematian ibu menjadi 35/100.000 kelahiran hidup dengan target nasional 125/100.000 kelahiran hidup. (Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta/28/6).

2.      Indikator
·         Tersosialisasikan rencana strategi MPS yang responsive gender bagi pengelola dan penanggungjawab program KIA di pusat dan daerah.
·         Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan  terampil 90-100%
·         K1 100%,  K4 95%,  Resti Nakes  10%, Resti  Non Nakes   5%, Persalinan 85%,  Nifas 85%,  Neonatal 85% 




Sabtu, 15 September 2012

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA “IMUNISASI”


ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA
“IMUNISASI”
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan  pada bayi dan anak  terhadap penyakit  tertentu,  sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan kedalam tubuh/anak yang  disebut antigen. Dalam tubuh antigen akan bereaksi  dengan anti body sehingga akan terjadi kekebalan. Juga vaksin yang dapat  berlangsung menjadi racun terhadap kuman yang disebut anti toksin.
Ada dua jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi/anak:
1.    Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu, dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dapat dibagi dalam 2 jenis:
a.    Kekebalan aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami/sembuh dari suatu penyakit, misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena tubuhnya  telah membuat  zat penolak  terhadap penyakit tersebut.
b.    Kekebalan aktif buatan, yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin ( imunisasi) misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT, Polio dan lainnya.

2.    Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak membuat zat anti body sendiri  tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat tetapi tidak bertahan lama.
Kekebalan pasif ml dapat terjadi dengan 2 cara:
a.    Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dan ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama ( kira -kira sekitar 5 bulan) misalnya difteri, morbili dan tetanus.
b.    Kekebalan pasif buatan, dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak. Misalnya suntikan ATS
Janis vaksin yang digunakan di Indonesia banyak macamnya akan tetapi pada dasarnya vaksin dibuat dari :

a.    Vaksin kuman yang hidup dilemahkan seperti:
1)    Virus campak dalam vaksin campak
2)    Virus polio dalam sabin pada vaksin polio
3)    Kuman TBC dalam vaksin BCG
b.    Vaksin dan kuman yang di matikan seperti:
1)    Bakteri pertusis dalam DPT
2)    Virus polio jenis salk dalam vaksin polio
c.    Vaksin dan racun/toksin kuman yang dilemahkan :
1)    Racun kuman seperti toxoid (TT), Diptheria, Toxoid dalam DPT
d.    Vaksin yang terbuat dan protein khusus kuman seperti Hepatitis B
Tujuan dan pemberian imunisasi adalah:
a.    Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu
b.    Apabila terjadi penyakit, tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
Untuk mempergunakan vaksin, beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a.    Persyaratan pemberian vaksin
1)    Pada bayi dan anak sehat
·         Pertahankan jarum sejajar dengan lengan anak dan lobang tetap menghadap keatas sehingga hanya bagian atas jarum saja yang masuk kedalam kulit.
·         Jangan menekan jarum terlalu lama dan jangan meregangkan ujung jarum menukik
·         Letakkan ibu jari tangan kiri anda diatas ujung barel
·         Pegang pangkal barel antara jari tengah dan doronglah pinston dengan ibu jari kanan anda
·         Setelah vaksin habis jarumnya dicabut
·         Bila vaksinasi BCG tepat maka akan timbul benjolan yang kulit mendatar dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori jelas.
3.    Hal-hal yang harus diperhatikan untuk vaksin BCG
a.    Pelarut yang akan digunakan harus pada suhu 0-8 derajat celcius
b.    Suntikan didalam kulit (intra kutan)
c.    Satu jarum dan, semprit untuk setiap suntikan.
d.    Sisa vaksin BCG yang sudah dilarutkan dan tidak digunakan harus dibuang
b.    Vaksin DPT (Difteri, pertusis. Tetanus)
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap penyakit Difteni, pertusis dan tetanus. Vaksin pertusis terbuat dan kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan, dikemaskan dengan vaksin difteria dan tetanus.
Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu:
1)    Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toxoid tetanus, kuman tetanus yang telah dilemahkan ada 3 macam:
a)    Kemasan tunggal (TT)
b)    Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
c)    Kemasan dengan vaksin dipteri dan tetanus pertusis (DPT)
2)    Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif yaitu ATS
Jadwal pemberian:
1)    Pada bayi umur antara 2-11 bulan sebanyak 3 kali suntikan dengan selang 4 minggu secara IM atau sub kutan.
2)    Imunisasi ulang lainnya diberikan setelah umur 1,5-2 tahun
3)    Diulang kembali dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun
4)    Diulang lagi pada umur 10 tahun
Anak yang telah mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT satu kali saja dengan 0,5 cc dengan cara intra muskuler, dan yang tidak mendapat DPT pada waktu bayi diberi, DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu dosis 0,5 cc secara intra muskuler. Apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka akan tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara pemberian yang sama dengan DPT.
Reaksi yang mungkin terjadi setelah pemberian imunisasi adalah demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan selama 1-2 hari, Kadang-kadang reaksi lebih berat seperti demam tinggi dan kejang. Hal ini biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya.
Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi DPT adalah:
1) Vaksin difteri 80-95 %
2) Vaksin pertusis 50-60 %
3) Vaksin tetanus 90-95 %
Kontra Indikasi:
1)    Anak sedang sakit
2)    Riwayat kejang bila demam
3)    Panas tinggi
4)    Penyakit gangguan kekebalan
Untuk pemberian vaksin DPT yang dipersiapkan adalah:
1)    Menyiapkan vaksin DPT
a)    Sebelum membuka vaksin lihatlah terlebih dahulu labelnya
b)    Kocok terlebih dahulu flakonya sehingga endapan tercampur
Cara mengisi semprit DPT
a)    Buka tutup metal dengan menggunakan gergaji ampul
b)    Usaplah karet penutup flakon dengan kapas basah
c)    Ambil spuit 2 cc
d)    Pasangalah jarum DPT ke semprit
e)    lsaplah udara kedalam spuit sebanyak 0,6 cc
f)     Tusukkan jarum kedalam flakon melalui tutup karet
g)    Masukkan udara kedalam flakon dan isaplah vaksin sebanyak 0,6 cc kedalam semprit.
h)   Cabut jarum kedalam flakon, semprit ditagak luruskan keatas untuk melihat gelembung udara, apabila ada gelembung ketuklah pelan -pelan supaya gelembung naik keatas, lalu dorong pinston sampai ukuran 0,5 cc.
i)     Gunakan satu semprit steril dan satu jarum untuk setiap satu suntikan
c)    Mengatur posisi bayi
a)    Bayi dipangku oleh ibunya
b)    Tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangan kiri bayi
c)    Tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu
d)    Tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat.
d)    Cara penyuntikan
1)    Tempat yang paling baik untuk suntikan adalah bagian paha sebelah luar
2)    Letakkan ibu jari dan telunjuk pada posisi yang akan disuntik
3)     Peganglah otot paha diantara jari-jari telunjuk dan ibu hari
4)    Bersihkan lokasi suntikan dengan kapas basah
5)    Tusukkan jarum tegak lurus kebawah melalui kulit antara jari anda sampah kedalam otot
6)    Tarik  pinston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah
7)    Dorong pangkal pinston dengan ibu jari untuk memasukkan vaksin
8)    Cabut jarumnya
e)    Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a.    Pemberian tiga kali dengan dosis 0,5 cc dengan interval 4 minggu secara IM
b.    Vaksin yang digunakan jangan sampai beku
c.    Sisa  vaksin yang sudah dibuka harus dibuang

c.    Vaksin polio
 Tujuan pemberian vaksin polio adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomeilitis.
Vaksin polio terdapat dalam 2 kemasan:
1)    Vaksin yang mengandung virus polio yang sudah dimatikan (vaksin Salk) yang cara pemberiannya dengan suntikan
2)    Vaksin yang mengandung virus polio yang masih hidup yang telah dilemahkan ( virus cabin ) cara pemberiannya melalui oral/ mulut dalam bentuk cairan dan pill.
Jadwal pemberian vaksinasi polio:
1)    Pada bayi umur 2-11 bulan diberi sebanyak 3 kali pemberian dengan dosis 2 tetes dengan interval 4 minggu
2)    Pemberian ulangan pada umur 1,5-2 tahun
3)    Menjelang umur 5 tahun
4)    Pada umur 10 tahun
Kekebalan yang diperoleh dan vaksinasi polio 45-100 % Kontra indikasi:
1)    Diare berat
2)    Anak sakit parah
3)    Anak menderita defisiensi kekebalan
Hal-hal yang harus dilakukan pada pemberian imunisasi polio:
1)    Menyiapkan vaksin polio
a.    Bukalah tutup metal dan tutup karet
b.    Pasanglah plastik pada flakon
c.    Vaksin polio siap diberikan
2)     Mengatur posisi bayi dan cara pemberian vaksin
a)    Ibu disuruh menelentangkan bayinya di atas pangkuannya dan memeganginya dengan erat.
b)    Mulut anak dibuka dengan menggunakan 2 jari sambil menekan kedua pipi sehingga mulut terbuka
c)    Teteskan vaksin polio langsung dan pipet ke dalam mulut anak sebanyak 2 tetes
3)    Hal-hal yang perlu diperhatikan
a.    Dosis 2 tetes sebanyak 3 kali pemberian dengan selang 4 minggu
b.    Buangah sisa vaksin yang telah dipakai di lapangan.
d.    Vaksin Campak
Tujuan  pemberian vaksin campak adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang sudah dilemahkan. Vaksin campak yang digunakan di Indonesia dapat diperoleh dalam kemasan kering tunggal dikombinasikan dengan vaksin gondongan mumps dan Rubella (campak Jerman). Di Amerika dikenal dengan nama MMR (Meastes,Mumps, Rubella).
Jadwal pemberian vaksin campak adalah pada umur 9-11 bulan dengan satu kali pemberi dengan dosis 0,5 cc dengan suntikan subculan. Apabila pemberian vaksin campak kurang dari 9 bulan harus diulangi pada umur 15 bulan.
Kekebalan yang diperoleh pada pemberian vaksinasi campak sekitar 96-99 %. Sedangkan reaksi yang timbul tidak ada, mungkin hanya demam ringan dan nampak sedikit merah pada pipi, di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, mungkin Juga pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping sangat jarang mungkin terjadi kejang yang ringan dan tidak berbahaya hari 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak (Ensefalitis/Ensepalopati) 30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi (1:1.000.000 orang), Kontra indikasi pada pemberian vaksinasi campak adalah anak yang sakit parah , menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi dalam derajat berat defisiensi kekebalan demam yang lebih 38 derajat celcius. Anak yang mempunyai riwayat kejang diberikan dengan pengawasan dokter.
Hal-hal yang harus dilakukan pada pemberian vaksinasi campak adalah:
1)    Cara Melarutkan vaksin campak
a)    Cek Label flakon vaksin berapa cc yang dibutuhkan
b)     Ambillah sempnit 5 cc dengan  jarum oplos yang steril
c)    Semprit dan jarumnya hanya digunakan untuk oplos vaksin bukan untuk menyuntik
d)    Buka amput/plakon pelarut yang diperlukan
e)    Sedot pelarut ke dalam sempnit
f)     Bersihkan tutup flakon dengan kapas basah dan masukkan pelarut dalam vaksin campak
g)    Kocoklah sampai vaksin benar-benar telah bercampur.
2)    Mengatur posisi bayi
a) Dudukkan bayi di pangkuan ibunya
b) Lengan kanan bayi dilipat di ketiak ibunya
c) Ibu menopang kepala bayi
d) Tangan kiri ibu memegang tangan kiri bayi
3)    Mengisi Semprit
a.    Ambil Semprit 1 cc yang telah sedia dengan jarumnya ukuran no 23, gunakan jarum yang sama untuk mengisi semprit dan menyuntik anak.
b.    Bersihkan tutup karet flkon yang akan digunakan dengan kapas basah.
c.    Isap 0,6 cc vaksin ke dalam sempnit
d.    Semprit ditegak luruskan ke atas untuk melihat gelembung udara apabila ada.
e.    Gelembung udara diketok-ketok pelan sehingga gelembung naik ke atas, lalu dorong pinston agar udara keluar. Vaksin segera disuntikkan kepada anak
4)    Cara penyuntikkan vaksin campak.
a.    Tempat yang akan disuntikkan adalah 1/3 lengan bagian atas.
b.    Ambil sedikit kapas yang telah dibasahi dengan air bersih dan bersihkan tempat penyuntikan.
c.    Jepitlah lengan yang akan di suntik dengan jari-jari tangan kiri.
d.    Masukkan jarum ke dalam kulit yang dijepit dengan sudut kira-kira 30 derajat terhadap lengan, jangan memasukkan jarum terlalu dalam dan kontrol jarum nya dengan cara menarik pinstonnya untuk meyakinkan jarum tidak mengenai pembuluh darah. Bila ada darah maka jarum nya dicabut dan dipindahkan ke tempat lain.
e.    Tekan pinstonnya perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc.
f.     Cabut jarum dan usaplah bekas suntikan dengan kapas basah untuk membersihkan kulit.
e.    Tetanus
1.    Upayah Departemen Kesehatan dan Kaos melaksanakan Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut:
a.    Imunisasi DPT 3 x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toksoid tetanus pada bayi dihitung setara dengan 2 dosis toksoid pada anak yang lebih besar atau dewasa.
b.    Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa.
c.    Toksoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia masuk sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid dewasa.
d.    Toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6 atau dT) akan memperpanjang imunitas 2 tahun lagi. Dengan 6 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid pada dewasa.
e.    Jadi PPI merekomendasikan tetanus toksoid (DPT,DT,TT) 5x untuk memberikan perlindungan seumur hidup sehingga Wanita Usia Subur (WUS) mendapat perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
2.    Maka, upaya mencapai target ETN dengan pemberian tetanus toksoid 5x sasaran pada bayi dan anak sekolah melalui kegiatan BIAS. Program BIAS dilaksanakan secara bertahap dengan jadwal.
3.    Dosis TT 0,5 ml diberikan secara intramuscular

 

Tabel 11-1. Program BIAS di Indonesia tahun 1998-2001
SD Kelas
1998
1999
2000
2001 dst
Rutin
Khusus
Rutin
khusus
1
DT
DT

DT
Capak
DT+ Campak
2
TT
TT

TT
Capak + Polio
TT
3
TT
TT
Polio
TT
Capak+ Polio
TT
4
TT
TT
Polio
TT
Capak + Polio

5
TT
TT
Polio
TT
Capak + Polio

6
TT
TT
Polio
TT
Capak + Polio


Imunisasi yang dianjurkan di Indonesia
1.     MMR (measles/campak, mumps/parotitis, rubella/campak Jerman )
2.     Hib ( haemophilus influenzae b)
3.     Demam tifoid
4.     Hepatitis A
Ad 1. MMR (measles, mumps, and rubella)
Adalah vaksin kombinasi antara vaksin campak, parotitis, dan rubella.
Vaksin Parotitis adalah suatu vaksin virus hidup yang dilemahkan dengan ditumbuhkan kultur set embrio ayam merupakan penyebab terbanyak dan penyakit ensefalitis. Vaksin ini harus disimpan pada suhu dingin 5-8 oC.
Efek samping vaksin parotitis biasanya berupa pembengkakan kelenjar liur yang timbul 10-14 hari setelah vaksinasi.
 Vaksin Rubella adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan dan ditumbuhkan pada set-diploid manusia. Vaksin rubella dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan sebagai vaksin MMR merupakan penyakit infeksi ringan, vaksin ini juga harus disimpan pada suhu 5‑8 OC.
Efek samping pasca vaksinasi biasanya sangat ringan seperti terinfeksi rubella ringan yaitu demam ringan, nyeri tenggorokan, pusing ruam dan pembengkakan kelenjar.
Ad 2. Vaksin Haemophilus influenzae tipe b ( Hib)
Hinfluenzae tipe b merupakan bakteri penyebab meningitis dan berbagai infeksi serius mengancam jiwa, seperti pneumonia, epiglotitis dan sepsis pada bayi dan anak. Vaksin ini diberikan dengan jadual tiga dosis pada bayi ( bersama dengan DPT), ditambah satu dosis booster pada umur 12 — 18 bulan Sekarang teresdia pula vaksin konjugasi kombinasi DPT-Hib
Efektifitas vaksin Hib sekitar 95 % dan relatif aman meskipun menimbulkan reaksi lokal berupa rasa nyeri dan kemerahan pada sekitar 5-15 % bayi.
Ad 3. Vaksin Tyfoid
Demam tifoid setiap tahun menyebabkan 560.000 kematian secara global. Insiden demam tifoid tertinggi pada umur 5-19 tahun sehingga diperlukan vaksin yang dapat memberikan imunitas sebelum usia sekolah.
Vaksin oral tifoid hidup mengandung strain Salmonella typhi yang dilemahkan, Pemberian vaksin ini setelah umur 6 tahun dan dikemas dalam tiga dosis dengan interval selang sehari (hari l, 3, dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun.
d 4. Vaksin Varisela
Vaksin varisela adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan. Diberikan 2 kali pada anak umur 10-12 tahun yang belum terjangkit varisela dengan interval satu bulan. Efektifitasnya sekitar 80 %.
ad 5 Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A adalah vaksin virus hepatitis A yang sudah diinakktivasi. Vaksin ini dianjurkan diberikan di daerah dengan pajanan rendah pada umur lebih dan 2 tahun. lmunisasi dasar diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu dan dosis 360 u.


Jadwal Imunisasi Tidak Teratur
Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi. Vaksin yang sudah diterima oleh anak tidak menjadi hilang manfaatnya tetapi tetap sudah menghasilkan respon imunologis sebagaimana yang diharapkan tetapi belum mencapai hasil yang optimal. Dengan perkataan lain anak belum mempunyai antibodi yang optimal karena belum mendapat imunisasi lengkap, sehingga kadar antibodi yang dihasilkan masih di bawah kadar ambang perlindungan (protective level) atau belum mencapai kadar antibodi yang memberikan perlindungan untuk kurun waktu yang panjang (life long immunity) sebagaimana bila imunisasi nya lengkap. Dengan demikian kita harus menyelesaikan jadwal imunisasi dengan melanjutkan imunisasi yang belum selesai.
1.    Vaksin satu kali atau vaksin dengan daya lindung panjang.
Untuk vaksin yang diberikan hanya satu kali saja atau vaksin yang daya perlindungan nya panjang seperti vaksin BCG, campak, MMR, typhim dan varilix, maka keterlambatan dari jadwal imunisasi yang sudah disepakati akan mengakibatkan meningkatkan resiko tertular oleh penyakit yang ingin dihindari. Setelah vaksin diberikan maka resiko terkena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut akan hilang atau rendah sekali, bahkan usia yang lebih tua saat menerima vaksin akan menghasilkan kadar antibodi yang cukup baik karena sistem imunitas tubuhnya sudah sering matang.
2.    Belum pernah mendapat imunisasi
Anak yang belum pernah mendapat imunisasi terhadap penyakit tertentu, tidak mempunyai antibodi yang cukup untuk menghadapi penyakit tersebut. Apabila usia anak sudah berada di luar jadwal imunisasi dan dia belum pernah diimunisasi maka imunisasi harus diberikan kapan saja pada umur berapa saja sebelum anak terkena penyakit tersebut, karena dia sangat sedikit atau sama sekali belum punya antibodi.
3.    Imunisasi multidosis dengan interval tertentu
Untuk vaksin yang harus diberikan beberapa kali dengan interval waktu tertentu agar kadar antibodi yang diinginkan tercapai (diatas ambang pencegahan) seperti vaksin DPT, polio, hepatitis B dan Hib, keterlambatan atau memanjang nya interval tidak mempengaruhi respons imunologis dalam membentuk antibodi. Jumlah pemberian imunisasi tetap harus dilengkapi upaya kadar ambang pencegahan bisa dicapai dan anak terlindung dari penyakit. Keterlambatan akan menunda tercapainya ambang kadar antibodi yang memberikan perlindungan.
Terdapat beberapa jenis vaksin (umumnya vaksin mati) dengan daya perlindungan terbatas sampai kurun waktu tertentu, membutuhkan imunisasi ulangan untuk meningkatkan lagi kadar antibodi. Untuk jenis vaksin ini bila sudah waktunya harus dilakukan ulangan. Bila ulangan terlambat atau tidak dilakukan, maka kadar antibodi yang sudah rendah tersebut terutama anak-anak yang tidak pernah mendapat infeksi alamiah (yang merupakan imunisasi alamiah) akan meningkatkan resiko terkena penyakit yang ingin dicegah.
4.    Status imunisasi tidak diketahui atau meragukan
Anak yang mempunyai status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan misalnya dokumentasi imunisasi yang buruk atau hilang, menyebabkan ketidak pastian tentang imunisasi mana yang sudah dan belum diberikan. Pada keadaan ini, anak harus dianggap rentan (susceptible) dan harus diberikan imunisasi yang diperkirakan belum didapat. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin MMR, varisela, Hib, hepatitis B, campak, DPT atau polio akan merugikan penerima yang sudah imun.
Vaksin
Rekomendasi bila imunisasi terlambat
BCG
1.    Usia < 12 bulan, boleh diberikan kapan saja
2.    Usia> 12 bulan, imunisasi kapan saja, dosis vaksin 0,1 ml intrakutan
DTPw atau DTPn
1.    Bila dimulai dengan DTPw boleh dilanjutkan dengan DTPa
2.    Berikan Td pada anak ≥ 7 tahun, jangan DTPw atau DTPa apabila vaksin tersedia.
3.    Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dari awal tetapi Ianjutkan dan Lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapapun waktu/interval keterlambatan dari pemberian sebelumnya.
4.    Bila belum pernah imunisasi dasar pada usia < 12 bulan, ini diberikan sesuai imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya.
5.    Bila pemberian ke-4 sebelum ulang tahun ke 4, maka pemberian 5 secepat-cepatnya 6 bulan sesudahnya.
6.    Bila pemberian ke 4 setelah umur 4 tahun, maka pemberian ke 5 tidak, perlu lagi.
Polio Oral
Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dari  awal tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapapun jarak waktu/interval keterlambatan dan pemberian sebelumnya.
Campak

1.    Usia antara 9-12 bulan, berikan kapan saja saat bertemu.
2.    Usia anak 1 tahun/lebih, berikan MMR
3.    Bila sampai dengan umur 12 bulan belum dapat vaksin campak, MMR.   Bisa diberikan kapan saja setelah berumur 1 tahun
Hepatitis B

1.    Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dan awal, tetapi Ianjutkan. dan lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapapun jarak waktu/interval dan pemberian sebelumnya.
2.    Anak dan remaja yang belum pernah imunisasi hepatitis B kapan saja. Saat berkunjung.
Hib
Usia saat ini
Riwayat imunisasi
Rekomendasi imunisasi

7-1 bln
1 dosis
1 x usia 7-11 bulan 2 bln Atau usia 12-15 bln

12-14 bln
2 dosis sebelum usia 12 bulan
Berikan 1 dosis

12-14 bln
1 dosis sebelum usia 12 bulan
Belikan 2 dosis
Interval 2 bln

15-59 bln
Jadwal tidak lengkap
Berikan 1 dosis

1.    Rekomendasi umum
Di bawa ini adalah pedoman umum untuk dan harus disesuaikan dengan kebijakan nasional yang ada
a.    Beri vaksinasi bayi terhadap TBS ( jika prevalensi tinggi), poliomyelitis dan hepatitis B.
b.    Beri imunisasi sesuai pedoman berikut, tanpa memandang apakah bayi:
1)    Kecil (berat lahir kurang 2500 g atau umur kehamilan kurang 37 minggu). Berikan imunisasi pada usia seperti biasa, (gunakan usia kronologik dan bukan usia koreksi) dan jangan mengurangi dosis vaksin.
2)    Telah dirawat sebelum jangka waktu yang lama. Jika bayi masih di rumah sakit pada usia 60 hari, lengkapi satu rangkaian imunisasi (dijelaskan di bawah) dan juga berikan dtp 0,5 ml IM pada pada di bagian atas, pada saat bayi dipulangkan dari rumah sakit.
3)     Mempunyai kondisi neurologik yang stabil secara klinik (misalnya trauma otak)
4)    Dilahirkan dan HIV positif
5)    Mendapat terapi antibiotika
6)    Mengalami ikterus
c.    Pastikan memakai semprit dari jarum yang baru dan steril untuk imunisasi bagi setiap bayi.
Tuberkulosis  (vaksin OCO)
Pada negara dengan prevalensi TBC yang tinggi, seperti Indonesia, berikan imunisasi BCG ; segera mungkin setelah lahir, tapi:
a)    Jika bayi sakit, berikan imunisasi setelah bayi sembuh dan tepat sebelum dipulangkan dari rumah sakit.
b)    Jika ibu bayi menderita TBC paru aktif dan telah diobati selama kurang 2 bulan sebelum kelahiran bayi atau didiaknosis TBC setelah persalinan, lihat bab mengenai bayi barn lahir dengan ibu menderita TBC.
Rangkuman
macam imunisasi:
1.    BCG diberikan < 2 bulan
2.    . Hepatitis B baru lahir 1 ,2,3
3.    DPT diberikan 3 kali, 2-4 bulan, 3-5 bulan, 4-6 bulan
4.    Tetanus
5.    Polio 1 ,2,3
6.    . Varisela
7.    Hepatitis A

PENATALAKSANA RUJUKAN
A.   Pemindahan dan rujukan
Jika bayi perlu dipindahkan ke Rumah Sakit rujukan tersier atau rumah sakit khusus atau dibawa dari pelayanan dengan fasilitas yang lebih ferifer atau dari ruangan yang berbeda dalam rumah sakit atau fasilitas yang sama (misalnya dari ruang besalin ke unit perawatan bayi baru lahir) pemindahan yang aman dan tepat harus dilakukan. Bayi perlu dipersiapkan sebelum dilakuka pemindahan, harus ada komunikasi antara fasilitas yang mengirim yang menerima dan lakukan perawatan yang benar selama proses pemindahan.
B.   Persiapan
1.                   Jelaskan alasan pemindahan kepada keluarga bayi
2.  Dapatkan persetujuan tertulis (informent consen) untuk mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan.
3.                   Jika memungkinkan, pemindahan bayi disertai oleh ibu sehingga dapat tetap menyusui atau member ASI peras.
4.                   Persiapan pemindahan bayi
a.          Jika memungkinkan pastikan komunikasi bayi stabil sebelum memindahkan. Bila memungkinkan, beri terapi yang diperlukan sebelum bayi dipindahkan  misalnya mengobati hipoglekimia)
b.          Jika bayi dapat minum, teruskan menyusui. Pasang pipa lambung jika diperlukan untuk menangani masalah yang ada pada bayi, atau jika ibu tidak dapat menemani dan menyusui bayinya.
c.           Jika jalur IV telah terpasang, pastikan terpasang aman dan cairan lancer dengan kecepatan tetesan micro yang sesuai dan pastikan mikroburet penuh cairan.
d.          Pantau cairan intravena secara hati-hati untuk memastikan bayi menerima jumlah cairan yang tepat. Kelebihan cairan atau infuse macet mungkin terjadi selama proses pemindahan.
5.  Jika memungkinkan minta petugas kesehatan (yang memiliki pengalaman memasang dan merawat jakur intravena, resusitasi dan pemberian obat-obatan) untuk menemani ibu dan bayi.
6.  Lakukan persiapan peralatan dan resusitasi yang diperlukan selama proses pemindahan (table 12.1)
7.  Pastikan bahwa kendaraan untuk memindahkan bayi memiliki semua peralatan, perlengkapan dan obat-obatan yang dibutuhkan termasuk pencahayaan dan penghangatan yang cukup untuk menjaga bayi tetap hangat atau untuk mencegah suhu tidak terlalu panas.
8.  Jika memungkinkan, bayi dihangatkan sebelum dipindahkan dan pastikan bayi dalam keadaan hangat.
9.  Jika memungkinkan, mintalah keluarga atau kerabat ibu untuk menemani ibu dan bayi selama dalam perjalanan.
Table 12-1. perlengkapan, peralatan dan obat-obatan yang dianjurkan untuk memindahkan bayi sakit/kecil
Perlengkapan dan peralatan
Obat-obatan dan cairan
· Balon dan sungkup resusitasi
· Pengisap lender
· Tabung oksigen dengan floemeter, headbox, prongnasal atau sangkup wajah
· Stetoskop
· Thermometer
· Selumut
· Sumber penghangat
· Lampu senter dan ekstra baterai
· Pipalambung no. FR 5.8
·    Set infuse
·    Larutan antiseptic dan kapas
·    Semprit dan jarum (dari berbagai tipe dan ukuran)
·    Plaster
·    Jarum intravena
·    Sarung tangan
·    Popok
·    Minuman bayi
·         Berikan obat 1 dosis untuk antisipasi selama perjalanan
·         Cairan intravena : NaCl, RL, dekstrosa 10%, akuades.
·         Obat-obatan : adrenaline, fenobarbital, natrium bikarbonat 4,2%, defenilhidantonin




Jikabayi dapat mminum dan ibu tidak dapat mendampingi bayi, beri ASI peras





C.   Komunikasi
1.      Pada saat menerima bayi yan dipindahkan, mintalah formulir rujukan yang berisi informasi penting tentang bayi. Pada waktu bayi keluar dari rumah sakit atau bila bayi meninggal, kiri juga catatan lengkap ini.
2.      Bila rujukan bayi ke fasilitas lain :
    1. Riwayat rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran
    2. Umur kehamilan (jika dikethui) dan berat lahir
    3. Alas an dirujuk
    4. Tanda vital (denyut jantung, frekuensi nafas) perubahan-perubahan yang terjadi sejak lahir
    5. Tanda-tanda kemungkinan sepsis
    6. Hasi-hasil pemeriksaan atau uji laboratorium
    7. Tindakan yang telah dilakukan (misalnya resusitasi)
    8. Terapi yang telah diberikan (cairan, obat, oksigen) dan saat terakhir obat diberikan
3.      Jika ibu mendampingi bayi, berikan informasi pada tempat rujukan untuk memastikan ada tempat untuk tinggal ibu bersama bayinya, sehingga dapat terus menyusui atau member ASI peras.
D.   Perawatan selama proses pemindahan
1.    Pertahankan suhu tubuh yang normal :
    1. Jika memungkinkan biarka bayi mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya, ayah atau kerabatnya.jika diperlukan oksigen berikan melalui kateter nasal atau prong nasal.
    2. Jika tidak mungkin dilakukan kontak kulit dengan kulit, pastikan bahwa bayi mengenakan pakaian, tutup kepala dan selimuti.
    3. Jika bayi dirujuk dalam cuaca yang dingin, jika memungkinkan tempatkan bayi di dalam incubator atau box hangat. Jika tidak tersedia lakukan cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh seoerti tersebut diatas.
    4. Jika cuaca panas, pastikan bahwa bayi tidak kepanasan.
    5. Jika menggunakan incubator atauoun alat pemanas lainnya, periksa pengaturan dan suhu. Jaga gar bayi selalu memakai pakaian dan selimuti.ukur suhu bayi tiap jam.
2.    Pastiakan bayi diberi minum atau cairan :
a.  Jika bayi bias minum melali mulut, mintalah ibu untuk menyusui.
b.  Jika bayi tidak dapat menyusu atau ibu tidak dapat mendampingi bayi, berikan ASI peras melalui pipa lambung.
c.   Jika bayi mendapat cairan melalui intra vena, pantau tetesan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa mendapatkan jumlah cairan yang tepat. Pastikan bahwa jalur intervena tetap terpasanga dengan baik (misalnya bila ditemukan tanda kemerahan atau bengkak disekitar jarum infuse, ini menunjukkan bahwa cairan menginfiltrasi jaringan subkutan)
3.    Pengamatan bayi secara ketat selama perjalanan dan melakukan tindakan jika diperlukan :
a.    Periksa dan catat usaha nafas, denyut jantung dan warnah kulit setiap 15 menitserta suhu tubuh setiap 1 jam.
b.    Nilai frekuensi nafas bayi dan lakukan tindakan yang tepat jika diperlukan (misalnya resusitasi dengan balon dan sungkup jika bayi berhenti bernapas).
c.    Jika bayi mendapatkan oksigen, pantau aliran dan pipanya setiap 15 menit. Jika memungkinkan periksa dengan pulse oksimetri atau dengan memantau pola dan frekuensi nafas, kemudian sesuaikan pemberiannya(misalnya dengan menaikkan aliran oksigen)
d.    Sebaliknya hentikan kendaraan untuk mengani masalah yang da selama dalam perjalanan.

E.   Memulangkan dari rumah sakit dan tindak lanjut
1.  Ikuti petunjuk khusus tentang cara memulangkan dari rumah sakit dan melakukan tindakan lanjut dalam setiap bayi, misalnya bayi kecil dan lain-lain.
2.  Secara umum bayi dapat dipulangkan apabila :
a.  Bayi dapat bernapas tanpa kesulitan dan tidak mempunyai masalah lagi atau perawatan dapat dilanjutkan denga rawat jalan.
b.  Suhu tubuh bayi dipertahankan dalam rentang 36,5-37,5 oc (bila bayi kecil, gunakan cara yang dapat dilakukan dirumah)
c.   Bayi dapat menyusu dengan baik atau petugas yakin ibu mampu member minuman lain yang dianjurkan.
d.  Berat bayi bertambah.
e.  Ibu merasa yakin mampu merawat bayinya.
f.    Tidak terdapat ikterus atau derajat ikterus jelas menurun.
3.  Berikan nasehat pasa ibu untuk kembali ke rumah sakit, jika bayinya mengalami masalah (misalnya kesulitan minum atau gangguan nafas, kejang, teraba panas/dingin)
F.    Kebijakan memulangkan dari rumah sakit
1.  Harus ada kebijaksanaan tertulis untuk memulangkan bayi. Berikan penjelasan pada ibu dan berikan jawaban bila ada pertanyaan dari ibu.
2.  Lakukan pemeriksaan pada bayi dan pastikan bahwa bayi memenuhi persyaratan untuk pulang.
3.  Pastikan bahwa bayi telah mendapat imunisasi yang diperlukan.
4.  Berikan obat atau resep yang diperlukan dalam jumalah cukup untuk perawatan selama di rumah. Berikan tambahan zat besi / supplement folat atau beriak resepnya untuk 3 bulan.
5.  Berikan nasehat dan konseling pada ibu tentang perawatan selama dirumah (perawatan bayi baru lahir yang normal dan cara menyusui, posisi tidur bayi yang tepat, tanda bahaya kapan dan kemana harus pergi jika terdapat tanda bahaya) dan buat jadwal lanjut untuk kunjungan tindak lanjut.
6.  Diskusikan dengan system pendukung yang ada dirumah atau di masyarakat, khususnya jika ibu masih remaja, anak pertama atau menderita HIV positif.
7.  Lengkapi surat keterangan pulang bayi dengan catatan medis (berupa berat badan, diagnosis), petunjuk pengobatan yang ahtus dilakukan dirumah dan rencana kunjungan tindak lanjut.

G.   Kunjungan tindak lanjut
1.  Pada saat memulangkan bayi, pastikan bayi yang sakit berat,sangat kecil atau yang diberi minum denga salah satu alternative cara pemberian air minum. Melakukan kunjungan tindak lanjut setelah pulang dari rumah sakit.
2.  Kondisi lingkungan sekitar juga menentukan berapa kali dan kapan kunjungan tindak lanjut dilakukan.
3.  Lakukan penilaian pada bayi untuk masalah khusus yang memerlukan tindak lanjut dan pastikan bahwa masalah telah teratasi.
4.           Hal-hal berikut ini juga sebaiknya dilakukan :
a.           Nilai keadaan umum bayi
b.           Timbang bayi dan nilai pertumbuhan
c.           Berikan nasehat dan tangani masalah atau kekhawatiran yang dikemukakan oleh ibu.
d.           Nilai cara ibu menyusui atau cara member minum denga salah satu alternatif lain dan berikan konseling tentang menyusui.
e.           Ulangi lagi edukasi kepada orang tua tentang perawatan bayi barulahir dan tanda bahaya.
f.            Berikan dorongan pada keluarga untuk menggunakan fasilitas perawatan primer (puskesmas)
g.           Berikan imunisasi jika dianggap perlu atau rujuk kepusat layanan terdeka.

H.   Rangkuma
1.           Pemindahan dan rujukan yang perlu dilakukan :
a.           Persiapan
b.           Komunikasi/ konseling
c.           Perawatan selam proses pemindahan/ rujukan
2.           Memulangkan dari rumah sakit dan tindak lanjut
3.           Kebijakan memulangkan dari rumah sakit
4.           Kunjungan tindak lanjut

SISTEM RUJUKAN
  1. Definis
Sistem rujukan dalam pelayanan obstetric adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbale balik atas kasus atau masalah yang timbul baik secara vertical maupun horizontal.
a.    Rujukan vertical
·         Adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit dan keunit lain yang lebih lengkap
·         Misalnya dari RS Kabupaten ke RS Provinsi
·         Atau dari RS tipe C ke RS tipe Byang lebih spesialis fasilitas dan personalianya.
b.    Rujukan horizontal
·         Adalah konsultasi dan komunikasi antara unit yang ada dalam RS
·         Misalnya antara bagian kebidanan dengan bagian ilmu kesehatan anak.
  1. Tujuan
Tujuan rujukan antara lain :
1.    Menghasilkan pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasi guna.
2.    Agar setiap penderita mendapatkan perawatan dan pertolongan lebih baik.
3.    Menjalin kerja sama dengan cara mengirim penderita atau bahan.
4.    Menjalin pelimpahan pengetahuan dan pelatihan antara pusat pendidikan.
  1. Jenis-jenis rujukan
1.    Rujukan medik
Adalah rujukan yang menyangkut masalah pelayanan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, meliputi :
a.    Konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostic, pengobatan, tindakan operasi dll
b.    Mengirim bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik
c.    Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk member pelayanan pengobatan sehingga meningkatkan kompetensi pelayanan setempat
2.    Rujukan kesehatan
Adalah rujukan yang menyangkut masalah pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif, meliputi :
a.    Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau berjangkitnya penyakit menular
b.    Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan disuatu daerah
c.    Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanngulangan keracunan dan bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan missal
d.    Member makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya bencana alam
e.    Saranah dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi masyarakat umum
f.     Pemeriksaan specimen air di laboratorium kesehatan.
  1. Indikasi rujukan neonatus
Indikasi rujukan harus sudah mulai dipikirkan sejak bayi masih dalam kandungan, oleh karena tindakan dan penanganan kehamilan resiko tinggi maupun tindakan dan penanganan penyulit/komplikasi persalinan yang kurang memadai akan sangat berpengauh pada elangsungan hidup dan kualitas tumbuh kembang anak dimasa yang akan dating apabila anak tersebut terhindar dari kematian pada masa neonatal.
Kondisi atau tanda-tanda berikut ini merupakan indikasi rujukan (disesuaikan dengan fasilitas setempat) yaitu :
a.    Bayi baru lahir rendah kurang dari 2000 gram
b.    Bayi tidak mau minum ASI
c.    Tangan dan kaki bayi teraba dingin
d.    Bayi mengalami gangguan / kesulitan bernapas
e.    Bayi mengalami perdarahan
f.     Bayi mengalami kejang-kejang
g.    Bayi mengalami gejala ikterus yang meningkat
h.    Bayi mengalami gangguan saluran cerna disertai muntah-muntah, diare atau tidak buang air besar sama sekali dengan perut membuncit
i.      Bayi meninjukkan tanda infeksi atau sepsis
j.      Bayi menderita kelainan bawaan
  1. Jalur rujukan
ü  Rujukan medik
a.    Antara petugas puskesmas
b.    Antara puskesmas pembantu dengan puskesmas
c.    Antara masyarakat dengan puskesmas
d.    Antara satu puskesmas dengan puskesmas yang lain
e.    Antara puskesmas dengan RS, laboratorium. Atau fasilitas pelayanan kesehatan lain.
ü  Rujukan kesehatan
Dari puskesma ke kandep/depkes dati II dan instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral. Bila rujukan ini ditingkat II masih belum mampu menanggulangi bias diteruskan ke tingkat I atau sampai ke pusat.

  1. Prosedur pelaksanaan rujukan neonates BBL stabilitasi kondisi bayi pada saat transfortasi
ü  Rujukan berhasil apabila kematian, kesakitan dan kecatatan pada BBL dapat ditekan serendah-rendahnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilitas keadaan umum bayi tidak bertambah berat dan meninggal dijalan. Adakalanya stabilitas lengkap tidak dimungkinkan akan tetapi perlu diperhatikan bahwa rujukan bayi dalam keadaan tidak stabil membahayakan dan tidak dianjurkan, karena itu seharusnya dilakukan usaha stabilitas semaksimal mungkin sesuai kewenangan dan kemampuan fasilitas:
a.   Suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C)
b.   Tidak ada dehidrasi
c.   Tekanan darah cukup
d.   Cairan tubuh dan oksigenasi cukup
ü  Hubungan kerja sama antara petugas yang merujuk dan petugas di tempat rujukan
Selama bayi dalam pejalanan, petugas yang merujuk perlu menghubungi petugas ditempat rujukan untuk menyampaikan informasi mengenai kondidi bayi.hubungan tersebut dapat melalui fasilitas komunikasi cepat yang tersedia di pukesmas atau kecamatan misalnya : radio komunikasi, telefon, kurir dsb. Dengan adanya informasi tersebut, petugas ditempat rujukan mempunyai cukup waktu untuk menyiapkan segala kenutuhan, sehingga kasus rujukan langsung dapat ditangani. Setiap tempat rujukan harus selalu siaga 24 jam untuk menerima kasus rujukan.
ü  Perawatan selama proses pemindahan / rujukan
·         Pertahankan suhu tubuh yang normal
§  Jika memungkinkan biarkan bayi mendapat kontak kulit dengan kulit ibu,ayah atau kerabatnya.
§  Jika diperlukan oksigen diberikan melalui kateter nasal atau porong nasal
§  Jika tidak mungkin dilakukan kontak kulit dengan kulit pastikan bahwa bayi mengenakan pakaian, tutup kepala dan selimuti
§  Jika bayi dirujuk dalam cuaca dingin, jika memungkinkan tempatkan bayi didalam inkunator atau boks hangat. Jika tidak tersedia, lakukan cara lain untuk mempertahankan suhutubuh seperti tersebut diatas.
§  Jika cuaca panas, pastikan bahwa bayi tidak kepanasan
§  Jika menggunakan inkunator ataupun menggunakan alat pemanas lainnya, periksa pengaturannya dan suhu. Jaga agar bayi selalu dan selimuti.ukur suhu bayi setiap jam.
·         Pastikan bayi diberi minum atau cairan
·         Jika bayi bias minum melalui mulut, minta ibu untuk menyusui
§  Jika bayi tidak menyusu atau ibu tidak dapat mendampingi bayi, beri ASI peras melalui pipa lambung
§  Jika bayi mendapat cairan melalui intravena, pantau tetesan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa bayi mendapat jumlah cairan yang tepat, pastikan bahwa jalur intavena tetap terpasang dengan baik.
·         Pengamatan bayi secara ketat selama perjalanan dan melakukan tindakan jika diperlukan :
§  Periksa dan catatat ulang nafas, denyut jantung dan warna kulit setiap 15 detik, serta suhu tubuh setiap 1 jam
§  Nilai frekwensi nafas bayi dan lakukan tindakan yang tepat jika diperlukan (misalnya resusutasi dengan balon dan sungkup jika bayi berhenti bernapas)
§  Jika bayi mendapatkan oksigen, pantau aliran dan pipanya tiap 15 menit, jika memungkinkan periksa dengan pulseoksimetri atau dengan memantau pola dab prekwensi nafas,kemudian sesuaikan pemberiannya
§  Sebaiknya hentikan kendaraan, untuk menangani masalah yang ada selama dalam perjalanan.
ü  Umpan balik rujukan dan tindakan pasca rujukan
Tempat rujukan mengirimkan unpan balik mengenai keadaan bayi beserta anjuran tindak lanjut pasca rujukan terhadap bayi ke petugas yang merujuk (puskesmas atau polindes). Tindak lanjut pasca rujukan bayi sakit dilaksanakan oleh bidan di sesa atau petugas daerah binaan pendekatan perawat kesehatan masyarakat.