Senin, 03 Desember 2012
Program Making Pregnancy Safer (MPS)
Gender Analysis
Pathway (GAP)
dalam Program
Making Pregnancy Safer (MPS)
sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
A.
KEBIJAKAN
PROGRAM
Program ‘Making Pregnancy Safer
(MPS)‘
TUJUAN
:
1.
Menurunkan Angka Kematian Ibu
2.
Meningkatkan upaya kesehatan promotif
dalam kesehatan maternal dan pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan
lingkungannya.
3.
Memperbaiki akses pelayanan kesehatan
maternal, keluarga berencana, aborsi legal baik public maupun swasta.
B.
DATA
PEMBUKA WAWASAN
Angka Kematian
Ibu sebagai salah satu indikator pembangunan kesehatan dasar masih menjadi
pembahasan nasional. Di Negara-negara
ASEAN, Indonesia menempati kedudukan tertinggi dalam masalah Angka Kematian
Ibu. Dari 5 juta kehamilan pertahun
sekitar 20.000 kehamilan berakhir dengan kematian ibu karena komplikasi
kehamilan dan persalinan.
WHO
memperkirakan kesehatan reproduksi yang buruk berjumlah 33% dari jumlah total
beban penyakit pada wanita dibanding dengan pria pada usia yang sama yang hanya
12,3%. Setiap tahunnya sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan
sekitar 15.000 mengalami komplikasi yang menyebabkan kematian.
Kematian ibu di Indonesia mengalami penurunan. Meski
demikian, penurunan yang terjadi belum signifikan dan masih jauh dari harapan. Menurut data dari Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kejadian AKI setiap tahunnya mengalami penurunan. Pada tahun 1996 AKI
sebanyak 450/100.000 kelahiran hidup, menurun 25 % pada tahun 1997 menjadi
373/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2003 terjadi penurunan lagi yaitu
307/100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 AKI menjadi 228/100.000 kelahiran
hidup, dan tahun 2008 sekitar 4.692 ibu, meninggal pada masa kehamilan,
persalinan dan nifas.
Penyebab
langsung AKI adalah perdarahan 45%, infeksi 15%, dan eklamsi 13%. Penyebab lain
komplikasi aborsi 11%, partus lama 9%, anemia 15%, Kurang Energi Kronis (KEK)
30% . Komplikasi kehamilan dan persalinan sebagai penyebab kematian ibu dialami
sekitar 15-20% dari seluruh kehamilan. Sekitar 65% ibu hamil mengalami keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda menikah, terlalu
tua untuk hamil, terlalu sering melahirkan dan terlalu banyak hamil).
Faktor pendukung
lain yang menyebabkan kematian ibu adalah kuantitas dan kualitas tenaga
penolong (kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan). Pada tahun 2008 cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia 80,68%. Masih ada pertolongan persalinan yang
dilakukan oleh dukun dengan menggunakan cara-cara tradisional. Indikator yang menunjukkan
masalah yang harus dihadapi adalah meskipun kunjungan antenatal pertama (K1)
mencapai 90% dari ibu hamil, hanya 60% kelahiran yang dilakukan oleh tenaga
terampil.
Penyebab
mendasar kematian ibu disebabkan karena factor non medis yaitu bias
gender yang terjadi di keluarga dan masyarakat diantaranya :
·
Bias gender dalam keluarga dan
masyarakat yang tidak memberikan perhatian pada kesehatan ibu hamil dan
bersalin menyebabkan 3 Terlambat yaitu Terlambat
mengambil keputusan, Terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan dan Terlambat
mendapat pertolongan tindakan segera.
·
Kurangnya pengetahuan dan perilaku
masyarakat dalam mencari informasi tentang kesehatan ibu, keterbatasan perempuan
mengambil keputusan untuk kepentingan kesehatan dirinya, dikarenakan pendidikan
yang rendah, perilaku diskriminatif di keluarga dan masyarakat.
·
Faktor sosial ekonomi, perempuan dipaksa nikah dini karena tekanan
ekonomi di keluarga, ketika hamil dan bersalin kemampuan keluarga membayar
biaya persalinan rendah, masih dipercayanya dukun dalam menolong persalinan
karena faktor biaya yang murah.
·
Kematian ibu akibat proses persalinan
barangkali dianggap ”normal” di masyarakat padahal kondisi tersebut ”kritis”
dengan tingkat anomali kian menumpuk dalam dimensi sangat kompleks.
·
Suami menganggap melahirkan sudah
merupakan kewajiban dan tanggungjawab seorang istri.
Dalam
upaya mempercepat penurunan AKI, sekaligus untuk mencapai target AKI menjadi
125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, dan sasaran Millenium Development Goals
(MDGs)
menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015, salah satu upaya yang dilakukan adalah Making Pregnancy Safer (MPS) yang
diprakarsai oleh WHO dan merupakan strategi sector kesehatan yang bertujuan
menurunkan AKI.
Berdasarkan
jumlah kematian ibu pertahun yang terus mengalami penurunan, menunjukkan bahwa
masalah ini bisa di atasi. Di Indonesia yang sekitar 20.000 ibu meninggal
dibanding Malaysia yang hanya 2000 ibu meninggal karena komplikasi saat
kehamilan dan persalinan, berarti Indonesia harus memikirkan 18.000 ibu yang
harus diselamatkan. Untuk bisa setara dengan Malaysia dan bahkan lebih baik
lagi, Indonesia harus memberdayakan berbagai potensi yang ada, seperti
puskesmas, bidan desa, keluarga, rujukan kerumahsakit dengan satu kesamaan
pandangan dalam penanganan ibu melahirkan yang saat ini sistemnya masih perlu
di revisi secara berkala dan bertahap, serta disesuaikan dengan keadaan
geografis dan pola hidup penduduk Indonesia.
C.
ISUE
GENDER
1.
Faktor Kesenjangan
a. Akses
· Masih
banyak ibu hamil dengan komplikasi kehamilan dan persalinan belum mendapatkan jangkauan
pelayanan kesehatan yang memadai ( ibu tidak memiliki akses untuk pergi ke
dokter/bidan yang ada di daerahnya)
· Masih
banyak ibu hamil, keluarga dan masyarakat yang belum mendapatkan informasi
tentang kebijakan pemerintah dalam upaya menurunkan AKI.
· Tenaga
kesehatan terampil belum menjangkau semua daerah, sehingga peran dukun dalam
pertolongan persalinan masih tinggi
b. Manfaat
· Perempuan
kurang mendapat manfaat dari fasilitas
pelayanan kesehatan yang disediakan
· Laki-laki
kurang mendapat informasi dari program-program pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesehatan ibu.
· Masyarakat
kurang mendapat manfaat dari informasi program penurunan Angka Kematian Ibu.
c. Partisipasi
· Perempuan
kurang peduli terhadap kesehatan mereka dalam kehidupan dikarenakan kebiasaan
di masyarakat dalam hal ketidakseimbangan gender terhadap perempuan, misal makanan sehari-hari
dalam keluarga lebih utama laki-laki, istri mendapatkan gizi yang kurang
dibanding suami.
· Perempuan
kurang mampu meneruskan informasi kepada suami dan keluarga tentang kebutuhan kesehatan dirinya dikarenakan
pendidikan yang rendah, pendapat perempuan
dianggap tidak penting , dll
· Laki-laki
kurang berwawasan tentang kesehatan reproduksi perempuan, tidak ikut berperan
aktif terhadap peningkatan kesehatan perempuan
d. Kontrol
· Pengambilan
keputusan terhadap kesehatan perempuan belum mempertimbangkan issue gender.
· Perempuan
lemah dalam mengambil keputusan terhadap kesehatan dirinya.
· Hak
perempuan untuk mengendalikan kesehatan relatif rendah
2.
Sebab Kesenjangan Internal
· Sebagian
pengelola dan penanggungjawab program MPS di pusat dan daerah belum memahami
gender dan strategi MPS yang responsif gender.
· Rendahnya
komitmen pemegang kebijakan dan kurangnya kesadaran publik tentang kesehatan
reproduksi
· Kegiatan-kegiatan
dalam upaya penurunan angka kematian ibu selama ini kurang memperhatikan
kebutuhan masyarakat (khususnya
perempuan) dalam mengakses dan memanfaatkan program/kegiatan.
3.
Sebab kesenjangan Eksternal
· Banyak
yang belum memahami pentingnya peran suami/laki-laki dalam permasalahan
kehamilan, persalinan dan komplikasi.
· Laki-laki
menganggap kehamilan dan persalinan adalah urusan perempuan
· Kegiatan
program relatif menjadi kegiatan perempuan, bukan gerakan masyarakat yang
melibatkan ibu, bapak dan masyarakat luas.
· Rendahnya
rasa memiliki, masyarakat menganggap kegiatan program dalam rangka menurunkan
Angka Kematian Ibu adalah urusan pemerintah. Hal ini disebabkan karena masyarakat
tidak terlibat langsung dalam keseluruhan proses.
D. KEBIJAKAN
DAN RENCANA KE DEPAN
1.
Reformulasi Kegiatan Program
Menurunkan
Angka Kematian Ibu melalui pelayanan yang berkualitas dengan cara :
· Melibatkan
peran serta suami/laki-laki dan masyarakat dalam upaya memelihara kesehatan ibu
usia subur, hamil, bersalin dan nifas
· Harus
ada kesamaan pandangan pada pemerintah dan masyarakat bahwa menurunkan AKI
adalah meningkatkan kapasitas perempuan. Tidak sekadar mengukur jumlah
perempuan datang ke posyandu atau memeriksakan kehamilan, tetapi mengubah
perilaku bangsa dengan memahami hak kesehatan reproduksi secara tepat dan
benar.
· Tiga
Pesan Kunci Program Making Pregnancy Safer (MPS)
1. Meningkatkan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap
komplikasi obstetri mendapat pelayanan yang adekuat
3. Setiap
wanita usia subur harus mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak di inginkan dan penanganan komplikasi keguguran
· Menyusun
acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan mengembangkan
system yang menjalin pelaksanaan standar yang telah disusun.
· MPS
merupakan lanjutan dari program 4 pilar safe motherhood sebagai prioritas utama
dalam rencana pembangunan nasional
2.
Rencana Aksi
a.
Advokasi
sosialisasi strategi MPS
Advokasi sosialisasi strategi MPS yang
renponsif terhadap gender di pusat dan daerah. Kampanye program dengan slogan “Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami
Siaga”, melalui penyusunan hasil informasi
cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai
substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar
lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan anak.
b. Penyuluhan tentang pentingnya peran
suami/laki-laki dalam menunjang kesehatan ibu hamil,
bersalin dan nifas di berbagai tingkatan ( keluarga dan masyarakat)
c. Peningkatan
partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat,
Antara
lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan
terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA. Kesiapan keluarga dan masyarakat
dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor
darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan dan pemanfaatan yankes
ibu dan bayi, partisipasi dalam jaga mutu pelayanan.
d.
Kelas
kelompok Ibu hamil dan persiapan bersalin di posyandu/polindes
Meningkatkan peran posyandu dan
polindes dengan membuka kelas kelompok khusus ibu-ibu hamil dan ibu persiapan
melahirkan. Disetiap kelompok, ibu dan keluarga bisa berkonsultasi tentang
kehamilannya dan menerima tindakan pengobatan pencegahan komplikasi.
e.
Pendataan
ibu hamil dan menempelkan striker P4K ( program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi ).
Program P4K mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan,
bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan
terampil termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu
hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
f. Mengoptimalkan Program Gerakan Sayang
Ibu (GSI)
Dengan bentuk kegiatan yang sudah
terealisasi di beberapa daerah yaitu Tabungan
Ibu Bersalin (Tabulin), pemetaan ibu
hamil dan donor darah serta menyediakan ambulan desa. Untuk mendukung GSI
juga dikembangkan program Suami Siaga
(Suami Siap Antar Jaga), dimana suami sudah menyiapkan biaya pemeriksaan dan
persalinan, siap mengantar istri ke pemeriksaan dan tempat melahirkan serta
siap menjaga dan menunggu saat istri melahirkan.
g. Kerjasama bidan dengan dukun
di masyarakat untuk mengupayakan agar semua persalinan bisa ditolong oleh
tenaga kesehatan. Pelatihan kepada dukun tentang sterilisasi, mengupayakan agar peran dukun hanya sebagai
pendamping bidan, bukan penolong persalinan.
h.
Alokasi
Dana Penyediaan Gizi Bumil
Peran masyarakat untuk mendorong
pemerintah mengalokasikan dana anggaran RAPBN/RAPBD bagi penyediaan gizi untuk
ibu hamil yang berasal dari keluarga kurang mampu.
i.
Pemerataan
pendistribusian tenaga bidan/dokter obgin
Khusus ke daerah-daerah pedalaman
dengan akses yang sulit,
berupa penyediaan tenaga dokter obgin di RS rujukan kabupaten, penyediaan
tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan fasilitas
pertolongan persalinan pada polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan
dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas.
j.
Penyediaan pelayanan
kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar
Antara
lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar), Rumah sakit rujukan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Kualitas) 24 jam.
k. Mencegah
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran,
Antara
lain dalam bentuk KIE untuk mencegah terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB
berkualitas pasca persalinan dan pasca keguguran, pelayanan asuhan pasca
keguguran, meningkatkan partisipasi aktif pria.
l.
Pemantapan kerjasama lintas program
dan sector
Antara
lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI,
POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perina, PMI, LSM dan swasta.
E. PENGUKURAN
HASIL
1.
Data dasar ( base-line)
Pemerintah
provinsi DKI Jakarta terus berupaya
mengoptimalkan penekanan rasio kematian ibu. Tahun 2008, rasio kematian ibu di
DKI yaitu 41/100.000 kelahiran hidup, sementara untuk tingkat nasional tahun
2007-2008 rasio kematian ibu 228/100.000 kelahiran hidup. Angka 41 merata di 44
kecamatan yang ada di Jakarta. Ibaratnya setiap kecamatan menyumbang satu-satu
Tahun
2010 pemerintah provinsi DKI menargetkan rasio kematian ibu menjadi 35/100.000
kelahiran hidup dengan target nasional 125/100.000 kelahiran hidup. (Humas
Dinas Kesehatan DKI Jakarta/28/6).
2.
Indikator
·
Tersosialisasikan
rencana strategi MPS yang responsive gender bagi pengelola dan penanggungjawab program
KIA di pusat dan daerah.
·
Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terampil
90-100%
·
K1 100%, K4 95%,
Resti Nakes 10%, Resti Non Nakes
5%, Persalinan 85%, Nifas
85%, Neonatal 85%
Langganan:
Postingan (Atom)